Pages

Monday, July 1, 2013

Timbulnya Konflik Masalah Keluarga Dalam Pernikahan Perkawinan Suami Isteri

Timbulnya Konflik Masalah Keluarga Dalam Pernikahan Perkawinan Suami Isteri
( Tips dan Artikel lainnya silahkan klik : http://www.vincentiussan.blogspot.com )

Sebenarnya semua pertengkaran dimulai hal sepele yg terjadi, biasanya hal-hal inilah yang menjadi penyebab pertengkaran-pertengkaran berikutnya yang lebih parah bila ditanggapi dengan cara yang salah.

Pertengkaran krn tidak sependapat adalah hal biasa, tapi saat sesorang mulai mengeluh daripada berpikir jalan keluarnya dan introspeksi (semestinya mencoba memahami keinginan/kemauan dari sisi pasangannya, dan rubah bukan cuma mauku tapi memahami mau dia dan menjadi mau kita bersama, krn inilah inti berkeluarga : keinginan bersama -"mau kita bersama" utk tujuan yang lebih baik).
Ketika  seseorang mulai mengeluh pada orang lain. Maka sebenarnya kondisi yang lebih parah sedang dimulai, dan dia sebenarnya secara tidak sadar menghancurkan semua sisi kehidupan dia sendiri.
Ketika mengeluh ke orang lain, berarti dia bercerita situasi dia dan membuat pembenarannya serta hanya ingin menunjukan kesalahan orang lain, membentuk opini org lain agar menganggap dirinya benar dan pasangannya salah, dan secara otomatis sebenarnya dia hanya meminta dukungan dan pembenaran atas semua tindakannya. Saat dia mengeluh pada teman ataupun saudara atau siapapun, maka si pendengar hanya mendengar semua sisi pengeluh/pengadu, otomatis yg diceritakan adalah semua yg  benar atas dirinya, begitu juga si pendengar biasanya hanya mendengar dari satu sisi, dan biasanya selalu langsung merespond bahwa si pengadu sudah benar dan menyalahkan si pasangan.

Mengapa selalu begitu :
1. Pendengar hanya mendengar satu sisi, dan yg didengar otomatis semua pembenaran saja.(Atau cerita yg sudah dipoles, atau cuma sebagian cerita pertengkaran yg tidak menyeluruh atau tidak mengambarkan kejadian dari awal di masa lampau)
2. Saat org mengeluh/mengadu, otomatis yg didatangi adalah sahabat/saudara/teman yg pasti mendukungnya sebagai sahabat/saudara/teman. Maka bila org yg didatangi biasa mengoreksi yg datang, biasanya malah dihindarinya. 
3. Orang yg didatangi akan merasa bangga krn dipercaya, sehingga otomatis tidak mau mengecewakan dan akan membenarkan si pengadu dan bahkan membuat kesimpulan2x bahwa pasangan si pengadu sangat salah dan si pengadu yg benar.
4. Bila org yg didatangi memiliki masalah dengan pasangannya juga, atau pernah memiliki masalah dengan pasangannya juga, otomatis dia ingin menunjukan bahwa dia lebih kuat dan lebih hebat dan selalu memenangkan pertengkaran terhadap pasangannya. Diskusinya menjadi malah bagaimana mengalahkan pasangan dan bukan introspeksi diri. Si Pendengar malahan sharing cara salah dan mengajari cara salah.
Yang lebih parah bila si pendengar org yg sudah pisah/cerai, maka akan sbg pelampiasan emosi dia yg terpendam maka memprovokasi bahkan menyarankan dan membantu di pengadu dalam melawan pasangannya atau bahkan mendukung/membantu proses cerainya.
5. Bila orang yg didatangi mendengarkan tapi kemudian malah ingin menyombongkan kehidupan keluarganya "sgt sempurna" (misalnya suaminya tidak pernah marah, apapun terserah isteri, isteri yg putuskan semuanya, suaminya menurut sekali sama sang isteri, suaminya sayang sekali pada isteri, dia dimanja-manja apapun dituruti). Atau komentar-komentar seperti "lebih enak dapat suami yg tidak pintar, jadi kitanya yg atur semua seusai kemauan kita sendiri mau bener mau salah, lebih enak spt saya dpt suami yg tua jadi kelakuan kita spt apapun dia akan sabar, lebih enak spt saya dpt suami muda jadi isteri yg atur semua dan dia nurut saja, lebih enak spt saya dpt suami yg memang anak org kaya jadi isterinya nggak perlu susah" Hal ini menyebabkan si pengadu semakin merasa terpuruk krn membandingkan situasinya terhadap cerita sesat/bualan dari si pendengar, dan merasa salah pilih dan semakin berontak.
6. Ini juga seperti cerita-cerita solidaritas dan perkelahian yg terjadi antar sekolah, ketika teman-teman si pengadu tidak melihat siapa yg salah, tetapi karena merasa satu kelompok/satu gank/satu sekolah maka harus dibela, begitu juga ketika wanita mengeluh pada wanita juga, kadang hanya muncul dukungan-dukungan yg salah. Misal : bahwa wanita jangan mau kalah sama pria (padahal bukan masalah kalah atau menang, tapi di tiap keributan itu, semestinya pilihan terbaik utk keluarga yg mana dan didiskusikan, bukan masalah mauku atau maumu). Bahkan pada wanita biasanya malah bercerita dengan bangganya mengenai bagaimana menentang dan melawan pacar/pasangan/suaminya sendiri, maupun sebaliknya.
7. Yang lebih parah adalah bila yang didatangi adalah orang yang ingin mendapatkan cerita sebagai bahan gosip maka si pendengar akan terus mendukungnya sehingga si pengadu akan terus datang rutin mengadu dan cerita, atau bila si pengadu datang pada orang yg merasa dirinya pahlawan maka dia mencoba ikut dalam perseteruan dan menjadi seperti pembela dari si pengadu agar menang, atau bila dia datang ke pembaca nasib yg demi keuntungan pribadi, maka pembaca nasib akan memberikan dramatisir masalah terus agar si pengadu tetap rutin datang dan menghasilkan keuntungan baginya.Bila menggunakan konselor, pilihlah yang benar-benar bijak dan memiliki pengalaman dan konselor yang tepat adalah yang memberikan rasa damai dan memberikan koreksi /introspeksi/refleksi diri dalam memperbaiki diri sendiri dulu menuju kehidupan yang lebih baik.
8. Kadang sering muncul ungkapan,"ya sudah mengalah saja", walaupun pendengar tidak tahu persis timbulnya perselisihan, ini sebenarnya secara tidak langsung malah membenarkan pengadu...
Karena mengalah itu berarti benar lalu cuma pura-pura kalah...
Atau disuruh diem atau sabar, sebenarnya itu hanya menahan diri tapi ada kekesalan hati dan soal waktu akan jadi meledak.
Sebenarnya adalah disuruh mulai "Mendengar dan bersahabat" otomatis semuanya akan berubah menjadi baik


Hal-hal inilah yang menimbulkan perselisihan kecil menjadi lebih besar, karena orang tersebut tidak merasa bersalah atau merasa ada kesalahan juga karena merasa dibela dan dibenarkan terus.

Kemudian biasanya si pendengar lebih banyak membenarkan semua tindakan pengadu, yg membuat si pengadu semakin menjadi-jadi tindakannya.

Juga pendengar biasanya memberikan cap atau penilaian bahwa pasangan si pengadu adalah orang yg jahat, orang yang sedang bermasalah, orang yang keras, orang yg tidak sayang, kemudian kecurigaan-kecurigaan (apakah itu kecurigaan mengenai keuangan, perselingkuhan) dimunculkan semua, semua hal jelek di tempelkan ke pasangan si pengadu.
Disinilah dimulai suatu kehancuran keluarga tersebut, karena si pengadu didalam pikiran bawah sadarnya sudah penuh racun sikap negatif, sifat curiga, dan juga bahwa pasangannya tidak seperti pasangan-pasangan orang lain atau kehidupannya/nasibnya sangat buruk dibandingkan nasib orang lain.
Saat alam bawah sadar sudah penuh racun, maka apapun yg dilakukan pasangan akan terlihat salah, atau menekan dia, atau melakukan hal jahat kepadanya, sehingga dia melawan, memberontak terus tanpa melihat lagi apakah benar atau salah.

Saat kondisi sudah seperti ini, situasi sudah bukan pertengkaran beda pendapat, tetapi yg ada hanyalah permusuhan...

Disinilah dibutuhkan kesadaran masing-masing pribadi bahwa ini adalah tentang mereka berdua, dan bukan urusan orang lain. Sebisa mungkin hindari pendapat org lain yg malah menyesatkan. Karena merekalah yang paling mengerti situasi dan keinginan pasangan dan mengerti keinginan diri nya sendiri, serta yang paling tahu apa yg sebenarnya terjadi pada keributan-keributan/pertengkaran-pertengkaran mereka (bukan cerita yg sudah di poles ulang untuk mendapatkan dukungan atau pembenaran).

Karena saat kita meminta pendapat kebanyakan orang lain, ini bagaikan mereka akan berusaha memakaikan kecamata mereka pada dirimu untuk melihat masalahmu, maka semuanya malah menjadi bias.
Tetapi hanya segelintir org bijak yg menyarankan agar anda segera mencari dan menggunakan kacamata anda sendiri agar semuanya menjadi jelas.
Jadi bila anda menerima suatu kata-kata yg sifatnya bukan memberikan nasehat untuk memperbaiki diri anda sendiri (DIRI ANDA SENDIRI!) sehingga diri anda menjadi lebih baik,  dan akhirnya juga dpt merubah pasangan anda, tetapi bila mereka malahan hanya memberikan pandangan2x buruk  terhadap pasangan anda, tutup telingga anda dan menyingkirlah jauh-jauh darinya.

Love is about Trust, Love is about Us


Semoga, semua org bisa memberikan respond yg baik sbg pendamai, dng meminta individu pengadu utk introspeksi dan bukan malah pembenaran dan membangkitkan permusuhan..

Bila setiap org bisa menjadi pendamai dan menjadi sarana introspeksi bagi sesamanya, pastilah dunia ini jauh lebih baik...

Dunia ini terlalu banyak orang yg tidak tahu cara mendamaikan keluarga, dan byk keluarga berantakan malah bukan dari masalah keluarganya, tapi dari orang-orang yg salah karena hanya memberikan komentar-komentar dan yg malah menjadikan provokasi...

Kita cuma saling mengingatkan saja, krn setiap org  jika yg sedang mengalami konflik pasti juga sama kondisinya krn emosi..., disitulah teman/saudara semestinya berperan membawa damai...bukan malah menjadi provokator...
( Tips dan Artikel lainnya silahkan klik : http://www.vincentiussan.blogspot.com )
“The problem of unmet expectations in marriage is primarily a problem of stereotyping. Each and every human being on this planet is a unique person. Since marriage is inevitably a relationship between two unique people, no one marriage is going to be exactly like any other. Yet we tend to wed with explicit visions of what a “good” marriage ought to be like. Then we suffer enormously from trying to force the relationship to fit the stereotype and from the neurotic guilt and anger we experience when we fail to pull it off.”
― M. Scott Peck, In Search Of Stones

No comments:

Post a Comment